Google
 

Rabu, 14 Desember 2011

Krisis Rubel 1998


Pada pertengahan 1997, ekonomi Rusia menunjukkan sinyalemen peningkatan atau pertumbuhan yang positif. Namun tak lama kemudian, berbagai masalah mulai muncul.  Dua pendadakan eksternal, yakni krisis finansial Asia serta penurunan permintaan minyak mentah dan logam non besi, turut mempengaruhi penurunan jumlah cadangan devisa Rusia. Krisis finansial yang melanda Rusia pada tahun 1998 dikenal dengan istilah Krisis Rubel (mata uang Rusia). Krisis tersebut mencapai puncaknya bertepatan dengan perayaan ulang tahun proklamasi Republik Indonesia, 17 Agustus 1998. Saat itu, pemerintah Rusia melakukan devaluasi Rubel dan menyatakan tak sanggup melunasi utang-utangnya. Penurunan produktivitas, penetapan nilai tukar rubel terhadap mata uang asing yang terlalu tinggi, dan defisit fiskal kronis diduga banyak pihak sebagai latar belakang terjadinya krisis Rusia. Selain itu, biaya ekonomi perang di Chechnya yang diperkirakan telah menghabiskan dana sebesar lima milyar dolar (belum termasuk biaya pembangunan kembali ekonomi Chechnya yang hancur berantakan) juga dituduh sebagai biang kerok terjadinya krisis keuangan di Rusia. Faktor apa yang sebenarnya menyebabkan terjadinya krisis finansial di Rusia pada 1998?


Di awal tahun 1998, terjadi ketegangan situasi politik dan ekonomi di Rusia. Presiden Rusia Boris Yeltsin tiba-tiba memberhentikan Perdana Menteri Viktor Chernomyrdin dan seluruh kabinetnya tepat pada 23 Maret 1998. Yeltsin kemudian menunjuk Menteri Energi Sergei Kiriyenko yang masih sangat muda (berusia 35 tahun) sebagai pejabat laksana tugas perdana Menteri Rusia. Kiriyenko melihat tingkat suku bunga yang sangat tinggi menjadi faktor pemikat utama yang memancing kuatnya arus modal asing masuk ke Rusia. Pertumbuhan pinjaman domestik hanya dapat tercipta jika arus masuk modal asing spekulatif dapat ditekan seoptimal mungkin. Untuk menghambat keluarnya modal asing dari pasar Rusia, pada bulan Juni 1998 Kiriyenko menaikkan suku bunga Gosudarstvennoye Kratkosrochnoye Obyazatyelstvo (GKO / sejenis obligasi pemerintah) hingga mencapai angka 150%. Situasi semakin memburuk setelah tiba masa jatuh tempo pembayaran utang non reguler. Sementara itu, jumlah gaji pegawai yang belum terbayar terus meningkat, khususnya di daerah yang sulit terjangkau layanan publik. 

Pada 14 Agustus nilai tukar Rubel terhadap dolar AS masih berkisar 6,29. Meskipun terjadi bailout, pembayaran bunga bulanan utang Rusia pada bulan Juli naik ke angka 40 persen lebih besar daripada hasil pajak bulanan. Selain itu, pada tanggal 15 Juli Gosudarstvennaya Duma (majelis rendah dalam struktur legislatif Rusia) didominasi oleh partai-partai sayap kiri yang menolak untuk mengadopsi sebagian besar rencana anti-krisis pemerintah, sehingga pemerintah terpaksa bergantung pada keputusan presiden. Pada masa itu, Rusia memberlakukan kebijakan mata uang mengambang terhadap rubel. Hal itu berarti bahwa Bank Sentral pada waktu tertentu berkomitmen menjaga nilai tukar rubel terhadap dolar tetap berada dalam rentang tertentu. Jika rubel terancam terdevaluasi di luar rentang, Bank Sentral akan melakukan intervensi dengan membelanjakan devisa untuk membeli rubel. Sebagai contoh, selama kira-kira satu tahun sebelum krisis, Bank Sentral berupaya untuk mempertahankan rentang antara 5,3 hingga 7,1 RUR/USD yang berarti bahwa Bank Sentral akan membeli rubel jika nilai tukar di pasar berpotensi akan melampaui angka 7,1 rubel per dollar. Demikian pula halnya jika kurs pasar turun hingga lebih dari 5,3 maka Bank Sentral akan menjual rubel.

Ketidakmampuan pemerintah Rusia untuk mengimplementasikan reformasi ekonomi yang koheren mempengaruhi kepercayaan para investor. Investor meninggalkan pasar dengan menjual rubel dan aset-aset keuangan Rusia lainnya seperti obligasi pemerintah, yang pada gilirannya juga turut menekan rubel. Hal ini memaksa Bank Sentral untuk membelanjakan cadangan devisa guna mengamankan rubel yang kemudian mengikis kepercayaan investor dan menggerogoti rubel itu sendiri. Diperkirakan antara 1 Oktober 1997 hingga 17 Agustus 1998, Bank Sentral Rusia telah menghabiskan sekitar $27 miliar dari cadangan devisa Rusia untuk menjaga kurs rubel yang mengambang. Di kemudian hari terungkap bahwa sekitar $5 miliar pinjaman internasional yang diberikan oleh Bank Dunia dan IMF telah dikorupsi ketika dana bantuan tersebut tiba di Rusia.

Pada 13 Agustus 1998, pasar saham dan pasar uang Rusia  kolaps karena ketakutan investor terhadap munculnya isu bahwa pemerintah akan melakukan devaluasi rubel dan menyatakan gagal bayar (default) utang-utang domestik. Pasar saham sempat ditutup selama 35 menit. Ketika pasar tutup, indeks turun hingga 65 persen dengan sedikit sekali volume saham yang diperdagangkan. Dari Januari hingga Agustus 1998 volume dan nilai perdagangan di pasar saham Rusia merosot hingga 75 persen.

Tepat pada tanggal 17 Agustus 1998, pemerintah Rusia melakukan devaluasi rubel, menyatakan gagal bayar utang-utang domestik, dan mengumumkan moratorium pembayaran ke kreditur asing. Pada hari itu, pemerintah Rusia dan Bank Sentral Rusia mengeluarkan "Pernyataan Bersama”  yang isinya antara lain: mematok perdagangan rubel dan dolar AS pada rentang 5.3 – 7.1 RUR/USD hingga 6.0 – 9.5 RUR/USD; utang Rusia berdenominasi rubel akan direkstrukturisasi dengan cara yang akan diumumkan di kemudian hari; dan untuk mencegah default bank-bank Rusia secara masif maka akan dilakukan moratorium pembayaran sementara selama 90 hari untuk beberapa obligasi dan kontrak berjangka.
Dalam surat keputusan bersama Pemerintah Federasi Rusia dengan Bank Sentral Federasi Rusia pada 17 Agustus 1998, pemerintah menyatakan bahwa sekuritas pemerintah (GKO dan OFZ) yang jatuh tempo pada 31 Desember 1999 akan dijadwal ulang dengan sekuritas yang baru. Para pemegang obligasi GKO dapat mengupayakan proses litigasi melalui mekanisme pengadilan. Di saat yang hampir bersamaan, untuk memperluas rentang kurs pemerintah juga mengumumkan bahwa pemerintah akan membiarkan kurs rubel dengan dolar bergerak bebas pada rentang yang lebih besar.

Pada 2 September 1998, Bank Sentral Federasi Rusia memutuskan untuk meninggalkan kebijakan mata uang mengambang terbatas dan beralih ke kebijakan mata uang mengambang bebas. Kemudian pada 21 September 1998 nilai tukar mencapai 21 rubel per dollar AS, yang berarti rubel telah kehilangan dua per tiga dari nilainya pada bulan sebelumnya. Beberapa bank termasuk Inkombank, Oneximbank, dan Tokobank, ditutup akibat krisis. Kepercayaan masyarakat akan pencegahan krisis seketika menurun karena jutaan orang kehilangan tabungan akibat penutupan banyak bank.  

Inflasi Rusia dengan segera mencapai angka 84 persen. Harga bahan makanan naik hingga 100%, dan barang-barang impor harganya naik hingga empat kali lipat. Bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi lebih, mereka membeli sembako dalam jumlah besar untuk disimpan sebagai cadangan makanan. Krisis telah mengurangi jumlah permintaan makanan dan menurunkan konsumsi makanan, karena depresiasi rubel mengakibatkan kenaikan harga bahan pangan.

Krisis juga telah mengakibatkan konflik sosial. Kelas menengah yang banyak terbentuk waktu itu sangat mengharapkan stabilitas. Gaji para penambang yang belum dibayar mencapai US$919 juta atau lebih dari 1 persen anggaran federal. Pada 12 Mei 1998, para pekerja tambang melakukan aksi unjuk rasa karena gaji mereka yang tak kunjung dibayar oleh perusahaan. Mereka membuat blokade jalur kereta Trans Siberian. Pada 1 Agustus 1998 masih terdapat sekitar $12,5 miliar gaji para pekerja di Rusia yang belum dibayarkan. Pemerintah Rusia kemudian menghabiskan dana sebesar US$4 miliar untuk mengatasi aksi demonstrasi para penambang.

Hikmah Kasus Rusia
Krisis keuangan Rusia tahun 1998 kembali menjadi bagian dalam catatan sejarah bahwa sebenarnya utang berbasis riba-lah yang menjadi biang keladi kolapsnya sebuah perekonomian. Pemerintah yang zalim selalu saja mempunyai banyak cara dan teknik agar dapat menciptakan utang-utang baru berbunga tinggi dan pada faktanya menjadi bom waktu bagi perekonomian sebuah negara. Kadang utang itu dibungkus dengan sarung obligasi, bahkan tak jarang utang itu disebut dengan nyata sebagai surat utang negara, seperti Rusia yang menerbitkan Gosudarstvennoye Kratkosrochnoye Obyazatyelstvo (GKO). Yang menjadi permasalahan sebenarnya bukanlah utangnya atau format portofolionya, tetapi konsep bunga dan imbal hasil yang ribawi itulah yang menjadi pokok permasalahan dalam krisis finansial. Masih mau mengalami krisis seperti Rusia? Silakan ciptakan utang-utang baru berbunga tinggi. Jika tidak, lakukanlah yang sebaliknya, segera hijrah dengan melunasi utang-utang yang sudah terlanjur dibuat dan hentikan kebiasaan berutang dengan bunga tinggi.

No Debts, No Crisis!!!    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar