Google
 

Minggu, 09 Maret 2008

Sejarah Metode Batang Lilin (Candlestick)

Metode batang lilin telah digunakan oleh para pedagang selama ratusan tahun, dan memang selama itu pula metode ini terbukti akurat dalam memprediksi arah pergerakan harga serta menilai titik pembalikan arah tren harga produk riil maupun non-riil. Berikut ini kita bahas sejarah metode batang lilin yang saya kutip dari buku ”When To Buy and Sell, Candlestick Can Tell” karya Santo Vibby yang diterbitkan oleh Vibby Printing.

Sejarah metode batang lilin bisa dikatakan bermula pada abad ke-16. Pada akhir tahun 1500-an hingga pertengahan tahun 1700-an, Jepang yang memiliki 60 provinsi merupakan negara dengan jalur perniagaan yang berkembang pesat. Antara abad ke-16 dan abad ke-17, Jepang tengah mengalami perang dahsyat antar daimyo (tuan feodal) yang saling memperebutkan wilayah kekuasaan. Zaman ini kemudian dikenal dengan sebutan Sengoku Jidai (zaman peperangan negara).

Pada awal abad ke-17, muncul tiga orang jenderal besar bernama Nobunaga Oda, Hideyoshi Toyotomi, dan Ieyasu Tokugawa yang berhasil menyatukan Jepang selama 40 tahun berikutnya. Perjuangan yang mereka lakukan dan prestasi yang mereka raih tercatat dalam sejarah dan tetap diperingati oleh orang Jepang. Dari apa yang telah dilakukan oleh ketiga jenderal besar tersebut, beberapa orang Jepang mengatakan ”Nobunaga menumbuk padi, Hideyoshi mengaduk adonan, dan Tokugawa yang memakan kuenya”. Dengan kata lain, ketiga jenderal inilah yang paling berperan dalam menyatukan Jepang. Tokugawa kemudian menjadi Shogun. Keluarga Shogun Tokugawa memerintah Jepang dari tahun 1615 sampai 1867. Era tersebut dikenal dengan istilah Tokugawa Shogunate.

Dalam masa kepemimpinan Tokugawa, strategi kemiliteran yang diterapkannya telah membuat Jepang selama berabad-abad menjadi bagian awal dalam sejarah terminologi ”batang lilin”. Kemampuan dalam psikologi kompetisi telah membuat Tokugawa mampu menyusun strategi untuk membalikkan keadaan menjadi keberuntungan dalam memenangkan peperangan. Stabilitas relatif dari sistem feodal pusat Jepang yang dipimpin Tokugawa menawarkan kesempatan baru. Perekonomian berbasis agraris berkembang pesat dan terjadi pengembangan serta kemudahan dalam perdagangan domestik.

Pada abad ke-17, perdagangan nasional Jepang lambat laun menggantikan sistem perdagangan pasar lokal yang terisolasi. Konsep perdagangan yang terpusat merupakan cikal bakal dari analisis teknikal di Jepang. Sebelum tahun 1710, orang Jepang melakukan transaksi perdagangan beras dengan cara menukarkan beras dengan beras asli lainnya. Transaksi yang terjadi adalah mereka menawar, melakukan penukaran beras, dan menentukan harga pasar. Namun, perkembangan zaman mengakibatkan pergeseran cara bertransaksi hingga tahun 1710. Perdagangan beras kemudian mulai menggunakan tanda terima yang dikenal dengan istilah kupon beras. Tanda terima inilah yang menjadi kontrak pertama antar pedagang. Perdagangan beras saat itu menjadi dasar dari kemakmuran kota Osaka. Di sana terdapat lebih dari 1.300 distributor beras. Pada saat itu, selain tidak mempunyai mata uang standar (saat itu masa peralihan dari mata uang koin menjadi alat tukaar lain gagal), beras menjadi penukaran defakto menengah.

Jika seorang daimyo sedang membutuhkan uang, ia akan mengirim kelebihan berasnya ke Osaka dan kemudian akan disimpan dalam gudang dengan label namanya, lalu ia akan menerima kupon sebagai tanda terimanya. Ia pun dapat menjual kuponnya setiap saat. Karena masalah pajak yang dirasakan oleh para daimyo, mereka sering menjual kupon berasnya untuk menghindari pajak pengiriman beras berikutnya dari pemerintah. Pajak sebesar 40% - 60% harus ditanggung daimyo sesuai dengan kuantitas panen dan dibayarkan dalam bentuk beras). Sistem kupon ini merupakan solusi yang sangat efektif dijalankan dalam perdagangan.

Kupon beras yang dijual untuk menghindari pajak pengiriman berikutnya inilah yang menjadi kontrak future pertama di dunia. Kupon beras biasa disebut sebagai ”kupon beras kosong”, artinya beras tidak dimiliki dalam bentuk fisik sesungguhnya. Dari latar belakng inilah kemudian muncul seorang yang bernama Munehisa Homma (1724-1803). Cerita tentang Munehisa Homma akan kita bahas pada posting berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar