Google
 

Kamis, 27 Maret 2008

MUNEHISA HOMMA (Bagian 2)

Mulai Bagian 2 s.d. Bagian 6, akan saya coba terjemahkan dari Financialsense. Homma menjalankan bisnis beras keluarga dan beras telah menjadi darah kehidupan di Jepang. Lebih dari sekedar bahan pangan, beras telah menjadi bagian dari budaya di sana. Desa-desa yang berkembang, menyandarkan kehidupannya pada siklus penanaman, pertumbuhan, dan panen beras. Banyak sekali bagian dari siklus tersebut yang dirayakan dengan berbagai pesta, festival, serta upacara seremonial. Beras merupakan komoditas yang sangat prestisius. Beras tak hanya sekedar komoditas perdagangan, beras juga menjadi sentra kebudayaan orang Jepang. Dari beraslah dihasilkan Sake (minuman khas Jepang), kue beras, tepung beras, cuka beras, dan masih banyak lagi. Tanaman padi tidak hanya ditanam untuk memperoleh butir padinya, tetapi daun-daunan tanamannya yang hijau dan rimbun ketika dikeringkan akan menjadi jerami.

Jerami juga merupakan bagian penting dalam kehidupan orang Jepang. Dari jerami, masyarakat desa di Jepang Utara bisa membuat topi, pakaian, peralatan rumah tangga, dan bahkan kertas. Mereka juga bisa membuat perlengkapan ibadah, topeng, dekorasi dan ratusan perlengkapan dan peralatan sehari-hari. Beras adalah penunjang utama ekonomi Jepang saat itu. Dalam aturan feodal, para Daimyo mengumpulkan butir padi dari para petani sebagai pajak tanah dan menjualnya dari gudang. Perdagangan beras adalah jalan hidup bagi orang Jepang yang berada dalam strata petani dan pedagang. Kemudian beras menggantikan mata uang sebagai penyimpan nilai atau penilai kekayaan di tanah feodal Jepang.

Hari ini akan menjadi hari yang paling penting dalam hidup Homma, hari ketika ia sendiri membuat dirinya berada dalam suatu petualangan besar yang akan melihat dia menjangkau kemuliaan, kemasyhuran, dan keberuntungan. Hari yang sebenarnya akan melihat seorang pedagang beras yang rendah hati dari kelas pedagang menerima anugerah terbesar di negaranya. Senin pagi ini Homma duduk bersila di atas tikar jeraminya yang berharga di gudang beras milik keluarganya dan memaksa dirinya untuk berkonsentrasi pada daftar pengiriman dan inventaris yang membutuhkan perhatiannya setiap pagi. Ia terlihat berlama-lama dekat tumpukan kertas denda dan kertas-kertas padi di samping meja tulis kecilnya, dan melihat kertas perkamen. Perkamen-perkamen itu tak biasanya dipesan ke Homma oleh teman baiknya, Nomura San, yang membuat Tahu terbaik di Jepang dan memiliki akses ke perkamen yang dibuat di Kyoto. Kertas aneh biasanya tidak terbuat dari tanaman padi.

Apa yang biasanya disebut orang sebagai kertas khusus adalah yang terbuat dari tiga bahan tradisional, yakni kozo (mulberry), gampi, atau mitsumata. Tetapi ini adalah kertas yang sangat khusus untuk tujuan yang sangat khusus pula. Kertas-kertas ini merupakan hasrat terbesar Homma. Lebih berharga daripada tanah dan gudang keluarga maupun inventaris beras yang disimpan di enam gudang yang terpisah. Kertas-kertas itu dibubuhi simbol-simbol aneh yang semuanya digambar sendiri oleh Homma. Simbol-simbol itu dibuat naik dan turun pada permukaan lembaran dalam bentuk putaran dan pola yang aneh. Kemudian pada bagian bawah dan samping setiap lembaran perkamen dibubuhi angka. Beberapa simbol yang tak dapat dibaca diberi warna merah, sedangkan bagian lain tidak.

Upaya untuk membuat simbol-simbol ajaib itu sudah dilakukan Homma sejak lama. Selama 15 tahun Homma melakukan riset menggunakan referensi kuno, berpikir apa yang ia lihat dan apa yang ia pelajari dan selalu berusaha untuk menyempurnakan pemahamannya terhadap bahasa aneh yang mengandung simbol-simbol. Kerjaan yang membuat frustrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar